Quantcast
Channel: Addisyn Zariah
Viewing all articles
Browse latest Browse all 105

Tercerabut di Amole

$
0
0


Di sini di Amole, kita hanyalah manusia-manusia terasing yang terpaksa menggabungkan diri walaupun berbeda tujuan. Kita terbang ribuan kilometer hanya untuk membangun kehidupan yang lebih baik di tanah asal. Tapi aku, aku mulai percaya Tuhan mengirim aku ke tempat yang selintas kuyakini mirip dengan tanah kita Bod untuk melihat kamu lagi setelah ratusan tahun kita terpisah. Kamu di selasar Hero mengingatkan aku pertemuan pertama di Pasar Lhasa. 

Mari kita kembali ke pertemuan pertama kita di Amole 2 tahun yang lalu. Sejujurnya tidak sulit bagiku untuk mengabaikan kamu, seandainya di hari Jumat minggu ketiga ini kamu tidak menyapaku. Aku ingat di hari pertama aku bergabung di kantor ini, Bu Lily  entah becanda atau serius mengingatkanku, “Raisa, yang itu pacar saya ya, jangan suka sama dia ya” wanita paruh baya di depanku ini mengibaskan rambut bob sebahunya. Sejenak aku merasa hilang orientasi, “ini bukan jaman SMA kan?” batinku.  

Aku ingin tertawa keras mendengar peringatan dari Bu Lily hingga gunung-gunung batu di depan kantor hancur luluh lantak. Apa susahnya mengabaikan laki-laki seperti kamu? Aku yakin meniadakanmu dari pandanganku adalah pekerjaan mudah. Kadang aku pikir kamu makhluk asing yang tersesat di bumi dan gagal beradaptasi. Kadang aku pikir kamu seperti Sheldon di film “Big Bang Theory” yang aku pikir tokoh itu sama sekali bualan tetapi  mengapa menjadi sangat nyata di tubuhmu, di gelagatmu, terlihat jelas pada cara berjalan dan bicaramu? Kadang aku menganalisa mungkin kamu masih terperangkap dengan gaya hidup di masa sebelum reinkarnasi?  

Aku tak akan lupa, itu hari ke 21 aku bekerja di tambang emas ini, kamu selalu lewat di depan mejaku tanpa suara, tapi jari-jarimu yang pucat kurus selalu mampir ke toples kastangle yang kutaruh di mejaku. Untuk beberapa detik kita terperangkap dalam kesunyian yang kikuk. Ada energi yang aneh, energi yang kamu pancarkan dan aku keluarkan, bersenyawa menjadi energi panas yang mulai kunikmati tetapi berusaha keras kuabaikan. Di saat berpapasan di selasar kantor, di saat pandangan mata bertumbukan lancang, kamu tersenyum dan aku membuang muka tanpa bicara. Hingga di hari ke21 ini, benar-benar memuncak kemarahanku, “Ini cowok ngga diajarin basa-basi sama orang tuanya kah?” kesalku dalam hati, “setiap lewat meja seenaknya mencomot kastangle gue !”. 

Di hari itu muncul keisenganku, aku hapal dan bisa merasakan saat kamu mendekat walau kamu berjalan seperti hantu, tanpa suara. Saat jemarimu yang panjang nyaris menyentuh pinggiran toples kastangelku, dengan sigap kuraih toplesku dan kumakan 1 kastangel. Kamu tersenyum. “Astaga, orang ini bisa tersenyum”, batinku ikut tersenyum. “Hai” kata pertama yang keluar dari mulutmu setelah 3 pekan aku bekerja di sini. “Want some?” basa-basiku sambil menyodorkan toples kastangle, karena aku tahu separuh isinya telah kau habiskan. Kamu tertawa lagi. Senyum itu, sepertinya sangat akrab, pernah kulihat entah di mimpi atau kehidupan sebelumnya. Senyummu sangat dingin, malu-malu, tapi aku bisa melihat ketulusan, senyum yang sudah kamu ingin berikan sejak hari pertama aku bekerja di sini.

Minggu siang itu, kamu duduk sendiri,  terasing di tengah kursi-kursi makan yang dipenuhi orang. Meja-meja di sekitarmu penuh dengan suara tawa sementara kamu duduk sendiri berusaha menikmati makananmu. Mata kita bertumbukan untuk beberapa detik yang hilang, saat aku mencari kursi kosong. Kamu menyilakan aku duduk. Jarum jam seakan bergerak cepat, hingga tanpa sadar kita telah berbicara lebih dari 2 jam. “Hey, apa yang kita bicarakan tadi? “ batinku. Kita seperti kawan lama yang terpisah bertahun-tahun dan bertemu kembali di Amole. Yang aku tahu kita bertukar cerita tentang backpacking ke Eropa, selebihnya aku mengamati senyum dan tawamu, kamu bukan robot yang aku lihat di kantor.

Aku melihat matamu berbinar saat menjelaskan pantai Dubrovnik di Kroasia, dan kamu tertawa saat aku marah karena kamu bilang, "Paris? What is that?" 

Aku pikir hanya aku yang terpesona di hari itu, tapi entah kekuatan maha daya apa yang menggerakan kamu untuk mendekat dan mengejekku, “Hi you just suggested me not to eat junk food, but look at your self! cheeky!! ” Kamu tertawa puas, saat mendapati aku berjongkok di depan tumpukan coklat Australia. Aku masih tersenyum walau punggungmu telah menjauh beberapa detik yang lalu. Tahukah kamu, hari itu, kamu telah mencuri hatiku, aku ingin menjadi malaikatmu, aku ingin membuatmu selalu tersenyum dan tertawa.


Catatan : Amole dalam bahasa suku Amungme (salah 1 dari 7 suku yang harus direlokasi dari wilayah tambang emas terbesar di Indonesia) berarti "salam", "damai" atau "terima kasih" jika disampaikan untuk jumlah jamak, menjadi "amolongo" 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 105