Quantcast
Channel: Addisyn Zariah
Viewing all articles
Browse latest Browse all 105

Seribu tahun lagi

$
0
0


Dan mungkin yang membuat cinta ini terasa perih namun melegakan dengan caranya yang indah, karena ketidakmungkinan, halangan besar di antara kita. Semalam dalam mimpiku aku melihatmu sekelebat. Mungkin ratusan tahun yang lalu, dalam hiruk pikuk di bawah istana Potala, kita terpisahkan dari cengkeraman tangan-tangan penguasa yang bergerak menjauhkan aku dan kamu. Ingatkah kamu kita berdua pernah tinggal dalam satu tempat  yang sama di kurun waktu yang sama bernama Lhasa? Aku melihatmu kini, di sini, dalam ruang dan waktu yang tak berjeda, di Amole, Papua, ribuan kilometer dari Tibet. Gunung-gunung raksasanya  mirip dengan tanah kita pernah tinggal dahulu di Tibet, beda dengan tanah asalku di Pulau Jawa. Walau orang-orangnya kebanyakan berwarna kulit jauh lebih gelap, berambut keriting, tetapi mereka juga menyenangi warna-warna mencolok yang mereka tampakkan dalam rajutan benang Noken.
Dalam mimpiku kita berkostum aneh  bukan seperti pakaian yang kita kenakan saat ini. Kamu dan aku, berada di abad yang jauh dari saat kita terpisah dulu, namun hati kita masih terpaut, mungkin ini yang menggerakan lidah kita menyerukan kata yang sama, Tibet” saat menjawab tujuan backpacking berikut. Ke Tibet, jika hati ini masih terpaut, kuyakin kita akan bertemu di bawah istana Potala, setelah sekian abad berlalu. 

Jika memang harus menunggu seribu tahun lagi untuk cinta yang bertemu, biarlah waktu menerbangkan kita dikehidupan yang lain. Aku dan kamu, bereinkarnasi dalam kehidupan yang baru dengan cerita yang lebih manis, asalkan di sana, hati kita masih terpaut, dan aku masih bisa melihat wajahmu, wajah yang ingin kubuat tersenyum. Seribu tahun menanti, asalkan hati kita tidak berubah. Biarlah waktu mempermainkan cinta kita hingga dia jera dan letih mengujinya,  hingga tiba saatnya tidak ada lagi penghalang cinta kita. Tibet, tempat yang hanya kukenal lewat mimpi-mimpiku sejak aku bertemu kamu pertama kali di Amole, aku ingin kembali ke sana, ke rumah tempat kita melihat bumi pertama kali. 

Sayang, tahukah kamu, Mas Garnadi tercekat saat kubilang, “Saya tidak tahu apa namanya perasaan yang saya rasakan pada laki-laki itu. Cinta? Jika benar mengapa terasa pedih? Mengapa saya harus mengalami ini? Sekalinya saya bertemu laki-laki yang aneh, cinta saya terhalang oleh orang yang tidak pernah saya pikirkan akan menjadi masalah besar bagi saya” Mas Garnadi terus mendengarkan ceritaku. “Dia satu diantara ....” “Seribu?” mas Garnadi menukas lembut. “Sejuta! Satu diantara sejuta laki-laki di bumi! Dia laki-laki teraneh yang pernah saya jumpai dalam hidup saya!” “wow!” Aku melihat laki-laki peranakan Jawa Cina di depanku terhenyak, matanya yang sipit terbelalak. “Kenapa Mas?” “Biasanya saya hanya mendengar satu diantara seribu”. Aku pun terdiam, mungkin ini wujud lain dari cinta? Tanpa terasa air mata merembes dari kedua mataku, dan dengan sigap Mas Garnadi menawarkan tissue. Aku tertawa, antara malu telah terlihat lemah menangis karena cinta di hadapan orang lain dan lega akhirnya keluarlah perasaan yang selama ini kupendam. Karena egoku yang besar, aku menyangkal telah mencintai laki-laki ini begitu dalam di jiwaku. “Laki-laki lain boleh datang dalam hidup saya, tapi dia telah mengunci mati hati dan jiwa saya” kataku lagi tanpa malu. Sayang, harus berau pa reinkarnasi lagi cinta kita bisa bertemu?

Viewing all articles
Browse latest Browse all 105